.

Selasa, 17 September 2013

Latar belakang terjadinya peristiwa rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok
Kamar peristirahatan Bung Karno di rumah
Djiaw Kie Siong .
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai
dari "penculikan" yang dilakukan oleh sejumlah
pemuda (a.l.) Soekarni , Wikana dan Chaerul Saleh dari
perkumpulan " Menteng 31" terhadap Soekarno dan
Hatta . Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus
1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke
Rengasdengklok, Karawang , untuk kemudian didesak
agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan
antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta
serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda
tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta
tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di
Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun
rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang
telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena
tidak semua anggota PETA mendukung rencana
tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung
Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan
IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas)
atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56.
Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA
sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan
diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang
sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan,
antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan
teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan
Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di
Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw
Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para
pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16
Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf
Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-
pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di
Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr.
Achmad Soebardjo , kemudian Kunto dan Achmad
Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput
Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad
Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta
berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di
Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah
malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945
pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh
Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang
"dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor
Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut)
Dr. Hermann Kandeler. [1]
Latar belakang
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh
menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI ,
sementara golongan pemuda menginginkan agar
proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI
yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain
itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh.
Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan
pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang
sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa
Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian
dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan
suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi
di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15
Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar
pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan
dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang.
Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno
pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno
karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.