.

Minggu, 15 September 2013

Faktor Timor Leste belum di terima sebagai anggota ASEAN

Jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999
di bawah pengawasan United Nations Mission in East
Timor (UNAMET) telah menghantarkan wilayah Timor Leste
memasuki babakan sejarah baru. Setelah penyerahan
kedaulatan penuh oleh UNTAET (United Nation Transition
in East Timor) kepada pemerintah baru Timor Leste pada
20 Mei 2002, rakyat Timor Leste menyelenggarakan
pemerintahan sebagai negara yang merdeka. Pengakuan
internasional terhadap kemerdekaan semakin
mengukuhkan posisinya sebagai negara berdaulat, dengan
sebutan resmi Republica Democratica de Timor Leste
(RDTL). Sebagai sebuah negara yang baru, tentunya Timor
Leste membutuhkan kerjasama dengan negara lain
khususnya dengan negara-negara tetangganya untuk
memajukan pembangunan dalam negeri dan memenuhi
kepentingan nasional Timor Leste.
Dalam sejarah negara bangsa, tidak dipungkiri bahwa
RDTL sebagai sebuah negara baru menghadapi berbagai
tantangan multidimensi yang hampir tidak dapat
dihindarkan dalam masa transisinya. Menyadari
keterbatasan yang dihadapi dengan berbagai
permasalahan internal yang menimpa Timor Leste dan ada
ketakutan dari pihak Timor Leste terhadap intervensi
asing yang mengancam mereka sebagai negara yang
berdaulat, Timor Leste berupaya untuk mengamankan
kepentingan politik dan ekonomi negerinya yang kecil dari
negara-negara besar di sekelilingnya, termasuk Australia.
Timor leste menyadari akan kemampuan dan kualitas
bangsanya yang masih sangat terbatas, tentunya Timor
Leste menyadari pentingnya mengambil bagian dalam
organisasi regional bersama ASEAN.
Terkait keinginan Timor Leste bergabung dengan ASEAN,
Sekretariat Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengatakan
tidak ada penolakan dari negara-negara anggota ASEAN.
Hanya saja, belum ada kecocokan waktu dan kesiapan
dari kedua belah pihak. Namun, di sela- sela Konferensi
Tingkat Menteri Ke-16 Gerakan Nonblok di Hotel Grand
Hyatt, Nusa Dua, Bali, Menteri Luar Negeri Indonesia
Marty Natalegawa menyatakan bahwa, mayoritas negara
anggota ASEAN sudah menyetujui bergabungnya Timor
Leste menjadi anggota ke-11 perhimpunan bangsa-
bangsa di Asia Tenggara tersebut. Namun, masih ada satu
negara anggota ASEAN yang keberatan, tanpa bersedia
menyebutkan nama negara tersebut.
Berdasarkan pemaparan singkat diatas dan upaya
diplomasi pemerintah Timor Leste untuk bergabung dalam
keanggotaan ASEAN, tentu saja bukanlah hal mudah.
Sementara itu, berdasarkan Piagam ASEAN pasal 6, ayat 3,
menyatakan Penerimaan anggota baru wajib diputuskan
secara konsensus diantara negara anggota oleh
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, berdasarkan
rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN. Kondisi ini tentu
saja menjadi hambatan tersendiri bagi Timor Leste, terkait
keinginannya untuk mendapatkan status keanggotaan
penuh ASEAN.
Meskipun Timor Leste telah menunjukkan usahanya
melalui beberapa proses agar dapat tercatat sebagai
negara anggota ASEAN, tidak berarti bahwa pengakuannya
secara instan dapat disetujui oleh ASEAN. Hal ini
berkaitan dengan masalah politik dan keamanan serta
persoalan ekonomi dan sumber daya manusia Timor Leste
yang menjadi pertanyaan bagi negara anggota ASEAN
terhadap kesiapan untuk memenuhi tanggung jawab dan
tugas di saat bergabung dengan ASEAN.
Mencermati dinamika politik keamanan di Timor leste saat
ini yang dikategorikan masih muda dan rapuh dalam
lembaga-lembaga pemerintahan serta sangat rentan
terhadap konflik, dikhawatirkan akan berpotensi
menghambat upaya dan target perwujudan Komunitas
ASEAN 2015, khususnya pada pilar Komunitas Politik
Keamanan ASEAN yang bertujuan untuk mempercepat
kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan
perdamaian negara-negara di kawasan dan perdamaian di
dunia secara luas dalam lingkungan yang demokratis, adil
dan harmonis, tentunya menjadi pertimbangan serius bagi
negara anggota ASEAN untuk menerima keanggotaan
Timor Leste saat ini.
Salah satu persoalan yang menghambat konsensus ASEAN
untuk keanggotaan penuh Timor Leste adalah
permasalahan ekonomi atau keterbatasan finansial dan
sumber daya manusianya. Ketika disetujui sebagai
anggota baru ASEAN, Timor Leste tidak hanya mengadopsi
norma dasar, tujuan dan kebijakan ASEAN, melainkan
Timor Leste memiliki kewajiban untuk menjalankan
aturan-aturannya. Negara anggota ASEAN (Singapura),
dalam beberapa kesempatan menyatakan keberatan
tentang kesiapan Timor Leste dalam
mengimplementasikan tanggung jawab, khususnya terkait
pada sumber daya finansial dan sumber daya manusia.
Sebagai negara baru dengan begitu kompleksnya
permasalahan internal yang dihadapi, menjadikan negara
donor sebagai solusi untuk membantu perkembangan
ekonominya. Laporan Non-Governmental Organization
(NGOs) dan media mengklaim bahwa dekade antara 1999-
2009, Timor Leste menerima antara USD 5.2 dan 8.8 milyar,
merupakan salah satu negara dalam penerima bantuan
internasional di dunia. Meskipun bebas hutang,
ketergantungan terhadap bantuan negara donor juga
menimbulkan konsekuensi serius suatu negara.
Pertanyaan mengenai kedaulatan negara kerap kali
mencuat, termasuk kedaulatan perekonomiannya.
Pendapatan dari minyak dan gas (Migas) yang akan
memperbaiki kehidupan masyarakat melalui terciptanya
lapangan kerja, membangkitkan ekonomi lokal, dan
menarik para investor menjadikan harapan bagi
pemerintah dan masyarakat Timor Leste. Dalam jangka
pendek, upaya pemerintah dalam proyek pembangunan
jaringan pipa bawah laut dari ladang Greater Sunrise ke
daratan Timor Leste diperkirakan dapat merubah
kemiskinan menjadi kemakmuran. Akan tetapi, sumber
daya manusia yang terbatas menjadi hambatan bagi
pemerintah, karena dibutuhkan pekerja yang mapan
dengan tingkat keahlian teknis dan ketrampilan khusus
yang saat ini belum tersedia. Ketergantungan terhadap
pendapatan (90% dari Gross Domestic Product dan 95%
pendapatan pemerintah berasal dari migas), sedangkan
pendapatan negara lainnya relatif kecil dan tidak
mempunyai peran sebagai sumber pembiayaan
pembangunan.
Indikasi lain yang menjadi sorotan yaitu terkait dengan
beragamnya pertemuan dalam kerjasama regional ASEAN.
Berdasarkan pertimbangan bahwa setiap tahunnya
organisasi ASEAN melakukan pertemuan tidak kurang dari
620 pertemuan tingkat hubungan luar negeri, agrikultur,
dan pertukaran budaya. Menghadiri 620 pertemuan ASEAN
per tahun, tentunya akan membutuhkan pengeluaran
keuangan yang besar bagi negara yang masih berjuang
membenahi kerusakan dan menetapkan infrastruktur
dasar. Sebagai anggota ASEAN, Timor Leste juga akan
diharapkan untuk menjadi tuan rumah beberapa pertemuan
yang bergantung pada kepentingan mereka, yang mana
memerlukan biaya jutaan dollar untuk membenahi fasilitas
konfrensi. Selain itu, kondisi ini tidak hanya sebatas
pemenuhan keuangan semata, namun juga menekankan
pada sumber daya manusia yang sangat terbatas.
Kementerian Luar Negeri saat ini mempekerjakan
setidaknya 85 orang, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri, dan jumlah ini hanya 55 orang diplomat.
Nampaknya terdapat kewajiban moral bagi Indonesia
untuk mendukung Timor Leste yang merupakan bekas
negara kolonialnya sebagai kompensasi untuk perlakuan
tragis yang dituding sebagai salah satu pelanggaran hak
asasi manusia (HAM), yang terjadi sebelum dan selama
masa krisis di tahun 1999. Selain itu, Timor Leste juga
mendapatkan dukungan dari negara anggota ASEAN
lainnya, seperti Thailand dan Kamboja. Akan tetapi,
pandangan bertolak belakang diperlihatkan negara
anggota ASEAN, khususnya Singapura. Singapura
beranggapan bahwa Timor Leste belum siap menyerap
tantangan dan kompleksitas di lingkungan ASEAN, terlebih
upaya ASEAN mencanangkan pembentukan Komunitas
ASEAN 2015. Singapura berpandangan bahwa masuknya
Timor Leste di ASEAN saat ini dapat menggagalkan
implementasi Komunitas ASEAN, khususnya ASEAN
Economic Community (AEC).
Melihat keterbatasan ekonomi dan finansial serta sumber
daya manusia diatas, tantangan yang dihadapi Timor
Leste apabila menjadi anggota penuh di ASEAN, tidak saja
mematuhi instrumen hukum dan implementasi prinsip
dasar dan tujuan ASEAN. Akan tetapi, ASEAN
mensyaratkan persiapan dan peningkatan institusi internal
untuk menyambut pembentukan Komunitas ASEAN yang
dicanangkan pada tahun 2015. Dengan keterbatasan
finansial, sumber daya manusia, dan tingkat
pembangunan ekonomi yang rendah menimbulkan
keraguan yang kuat untuk menerima keanggotaan awal
Timor Leste di ASEAN. Hal ini berpotensi mengarah pada
satu tahap kemunduran ketika ASEAN sedang bergerak
menuju pembentukan Komunitas ASEAN 2015.
Mengacu pada uraian diatas, keberatan Singapura bukan
tanpa alasan. Mempertimbangkan perkembangan ekonomi
Timor Leste yang dikategorikan rendah dipersepsikan
dapat menghambat visi ASEAN. Keyakinan ini didasarkan
bahwa penambahan negara baru (Timor Leste) yang lebih
miskin akan memperlambat upaya ASEAN mencapai
pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Selain itu, Timor
Leste juga akan diminta untuk meninjau kebijakan
ekonominya dan kesiapan sumber daya manusia.
Berdasarkan asumsi tersebut, dalam beberapa kesempatan
sebelum KTT, Singapura menyatakan bahwa penerimaan
Timor Leste sebagai anggota sebaiknya dilakukan setelah
Komunitas ASEAN terbentuk pada 2015. Lebih jauh,
Singapura memberikan satu lagi opsi yaitu penerimaan
Timor Leste setelah permasalahan Kamboja, Myanmar,
Laos dan Vietnam telah mapan.